Call Tapping merupakan standar umum didunia telekomunikasi, termasuk telekomunikasi selular/GSM. Hal ini umumnya dilakukan pada sisi MSC.
Pada dunia wire-telecom alias telekomunikasi yang menggunakan kabel (non-wireless), tapping merupakan hal yang umum. Dan biasanya tapping dilakukan sebagai salah satu metode untuk debugging apabila terjadi gangguan. Banyak orang mengira bahwa komunikasi menggunakan telepon selular akan lebih aman dibandingkan komunikasi menggunakan telepon kabel, alasannya jelas sederhana…karena phreaking/hijacking menggunakan telekomunikasi selular lebih sulit dibandingkan hijack komunikasi yang menggunakan kabel. Selain peralatan sadapnya mahal, harus berhadapan dengan tehnik authentifikasi yang dilakukan mesin HLR. Walaupun saat ini skyper berhasil melakukan cracking A5 dengan bantuan FPGA, namun hal tersebut termasuk kompleks untuk diimplementasikan.
Cara paling mudah adalah melakukan tapping dari sisi operator. FYI, roll-out implementasi tapping pada jaringan selular di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 2006 akhir, yang intinya adalah mengaktifkan feature Law Interception pada perangkat telekomunikasi, terutama MSC. Dalam dunia IP network, MSC bisa diibaratkan sebagai perangkat router. MSC akan mengendalikan proses call, routing, setup, dll. Dan feature Law Interception memang digunakan pada standar GSM untuk keperluan pemerintah.
Isu terorisme bisa dianggap sebagai akar dominan diberlakukannya Law Interception oleh operator-operator seluler seluruh dunia. Imam Samudra a.k.a Abdul Aziz a.k.a Qudama yang dijadikan tersangka teroris yang melakukan pemboman di bali tahun 2002 ditangkap berkat pihak inteligent mendapatkan bantuan dari pihak asing (australia?!) untuk menyadap komunikasi selular imam mahdi. Berdasarkan keterangan yang beredar, Abdul Aziz menggunakan perangkat komunikasi khusus sehingga sulit untuk dilacak menggunakan metode Law Interception standar sehingga dibutuhkan perangkat khusus untuk mendeteksinya. Ada beragam metode yang digunakan utk tapping, mulai dari sisi yang paling dekat dengan subscriber (pengguna telepon) dengan memanfaatkan sinyal radio (wireless) ataupun dari sisi operator seperti yang telah disebutkan diatas.
Isu terorisme saat ini mungkin sudah bukan menjadi alasan utama dibeberapa negara, termasuk Indonesia. Namun feature tapping masih terus digunakan untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari kepentingan negara dengan badan inteligence nya, maupun untuk kepentingan bisnis komersial. Salah satu contoh yang mudah untuk dilihat adalah fakta rekaman suara beberapa peserta koruptor yang menjadi berita di Indonesia saat ini. Dari beragam berita yang beredar, jelas kemungkinan sistem telekomunikasi yang di record adalah sistem telekomunikasi selular. Banyak orang yang merasa menggunakan handphone untuk ber komunikasi lebih aman, apalagi penggunaan kartu pra-bayar di Indonesia sangat sangat bebas dan mudah. Tinggal beli, registrasi asal-asalan, pakai, buang.
Selain menggunakan mekanisme tapping terhadap nomor-nomor tertentu, tapping juga bisa dilakukan terhadap cell tertentu dengan bantuan BSC (Base Station Controller). Cell disini bisa diperkirakan rumah target, atau tempat kerja target. Dengan location-based tapping semacam ini, maka walaupun target menggunakan no yang berbeda namun masih tetap dapat terlacak apabila ada aktivias komunikasi dari cell tersebut.
Paling tidak, setelah 2 tahun di roll-out akhirnya feature Law Interception digunakan dengan baik oleh pemerintah, rasanya tidak sia-sia pemerintah ‘memaksa’ seluruh operator memberlakukan feature ini, dan tentunya secara gratis :).
Namun rasanya cukup aneh pemerintah membeberkan hasil tapping tersebut kepada publik. Dengan adanya kejadian tersebut, tentu akan menyebabkan para kriminal berpikir untuk lebih hati-hati lagi karena mengetahui pemerintah dapat menyadap komunikasi seluler mereka, termasuk mungkin memesan private handphone untuk digunakan dalam ber komunikasi yang telah dilengkapi private channel. Dan tentunya akan berakibat proses pelacakan aksi kriminal di Indonesia semakin sulit.
Well, membeli private communication channel bagi para kriminal Indonesia yang mampu mengeluarkan $660.000 sebagai upah cuma-cuma tentu bukan masalah besar, bukan begitu?!
ctrl c+v kecoak
Pada dunia wire-telecom alias telekomunikasi yang menggunakan kabel (non-wireless), tapping merupakan hal yang umum. Dan biasanya tapping dilakukan sebagai salah satu metode untuk debugging apabila terjadi gangguan. Banyak orang mengira bahwa komunikasi menggunakan telepon selular akan lebih aman dibandingkan komunikasi menggunakan telepon kabel, alasannya jelas sederhana…karena phreaking/hijacking menggunakan telekomunikasi selular lebih sulit dibandingkan hijack komunikasi yang menggunakan kabel. Selain peralatan sadapnya mahal, harus berhadapan dengan tehnik authentifikasi yang dilakukan mesin HLR. Walaupun saat ini skyper berhasil melakukan cracking A5 dengan bantuan FPGA, namun hal tersebut termasuk kompleks untuk diimplementasikan.
Cara paling mudah adalah melakukan tapping dari sisi operator. FYI, roll-out implementasi tapping pada jaringan selular di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 2006 akhir, yang intinya adalah mengaktifkan feature Law Interception pada perangkat telekomunikasi, terutama MSC. Dalam dunia IP network, MSC bisa diibaratkan sebagai perangkat router. MSC akan mengendalikan proses call, routing, setup, dll. Dan feature Law Interception memang digunakan pada standar GSM untuk keperluan pemerintah.
Isu terorisme bisa dianggap sebagai akar dominan diberlakukannya Law Interception oleh operator-operator seluler seluruh dunia. Imam Samudra a.k.a Abdul Aziz a.k.a Qudama yang dijadikan tersangka teroris yang melakukan pemboman di bali tahun 2002 ditangkap berkat pihak inteligent mendapatkan bantuan dari pihak asing (australia?!) untuk menyadap komunikasi selular imam mahdi. Berdasarkan keterangan yang beredar, Abdul Aziz menggunakan perangkat komunikasi khusus sehingga sulit untuk dilacak menggunakan metode Law Interception standar sehingga dibutuhkan perangkat khusus untuk mendeteksinya. Ada beragam metode yang digunakan utk tapping, mulai dari sisi yang paling dekat dengan subscriber (pengguna telepon) dengan memanfaatkan sinyal radio (wireless) ataupun dari sisi operator seperti yang telah disebutkan diatas.
Isu terorisme saat ini mungkin sudah bukan menjadi alasan utama dibeberapa negara, termasuk Indonesia. Namun feature tapping masih terus digunakan untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari kepentingan negara dengan badan inteligence nya, maupun untuk kepentingan bisnis komersial. Salah satu contoh yang mudah untuk dilihat adalah fakta rekaman suara beberapa peserta koruptor yang menjadi berita di Indonesia saat ini. Dari beragam berita yang beredar, jelas kemungkinan sistem telekomunikasi yang di record adalah sistem telekomunikasi selular. Banyak orang yang merasa menggunakan handphone untuk ber komunikasi lebih aman, apalagi penggunaan kartu pra-bayar di Indonesia sangat sangat bebas dan mudah. Tinggal beli, registrasi asal-asalan, pakai, buang.
Selain menggunakan mekanisme tapping terhadap nomor-nomor tertentu, tapping juga bisa dilakukan terhadap cell tertentu dengan bantuan BSC (Base Station Controller). Cell disini bisa diperkirakan rumah target, atau tempat kerja target. Dengan location-based tapping semacam ini, maka walaupun target menggunakan no yang berbeda namun masih tetap dapat terlacak apabila ada aktivias komunikasi dari cell tersebut.
Paling tidak, setelah 2 tahun di roll-out akhirnya feature Law Interception digunakan dengan baik oleh pemerintah, rasanya tidak sia-sia pemerintah ‘memaksa’ seluruh operator memberlakukan feature ini, dan tentunya secara gratis :).
Namun rasanya cukup aneh pemerintah membeberkan hasil tapping tersebut kepada publik. Dengan adanya kejadian tersebut, tentu akan menyebabkan para kriminal berpikir untuk lebih hati-hati lagi karena mengetahui pemerintah dapat menyadap komunikasi seluler mereka, termasuk mungkin memesan private handphone untuk digunakan dalam ber komunikasi yang telah dilengkapi private channel. Dan tentunya akan berakibat proses pelacakan aksi kriminal di Indonesia semakin sulit.
Well, membeli private communication channel bagi para kriminal Indonesia yang mampu mengeluarkan $660.000 sebagai upah cuma-cuma tentu bukan masalah besar, bukan begitu?!
ctrl c+v kecoak
March 11, 2009 at 12:22 AM
hajar terus koruptor
Post a Comment